Setiap orang berhak memilih untuk menjalani hidupnya seperti apapun.
Hal itu terus aja bunyi di telinga gue sejak gue nulis "I'm Judging". Ada sedikit perasaan bersalah ketika gue mencecar orang-orang itu. Gue sebenarnya gak merasa paling benar, cuma yahhh itu, gue kebawa sebel sama sifat semacam itu. Tapi kayak yang gue tulis diawal
Setiap orang berhak memilih untuk menjalani hidupnya seperti apapun.
Gue sih sebenarnya gak terlalu masalah, cuma let's us mind about it for a while, ketika pilihan kita melibatkan orang lain dan mungkin merugikan, itu akan jadi sedikit masalah. Tapi, tanpa adanya orang-orang ini, kebaikan, prestasi, kejujuran, diam, semua itu jadi gak penting. Pada suatu masa mereka adalah temen-temen gue, dan seperti apapun sifat mereka (yang udah gue nyerah buat menyadarkan) mereka tetep temen-temen gue. Seperti mereka yang menerima gue (yang sok dewasa, sok intelek, suka mencecar, suka berkomentar, kadang sinis, lebih sering sarkas, keberuntungan terbatas, egois, bla bla bla) apa adanya, gue juga mesti terima mereka apa adanya.
Hanya saja kadang, gue ngerasa usaha gue buat menerima gak dihargai. Ah, kembali, itu kan pilihan.
Ketika gue udah berusaha dan dapat sambutan, gue respect, sekecil apapun sambutan itu. Namun, ketika gue berusaha dan orang disana sok penting, maaf maaf aja sih ya...Masih banyak yang mau nerima gue apa adanya.
Kadang perlu waktu bertahun-tahun dan perubahan pikiran yang berpuluh-puluh kali sampai kita yakin seseorang memiliki sifat seperti yang terlihat. Kita juga gak akan tahu apakah yang kita lihat dan nilai adalah sifat yang sebenarnya atau sifat yang mereka ingin kita lihat. Banyak peristiwa bersama akan membantu kita menilai, makanya kadang kita membutuhkan hati yang lebih besar untuk menerima apa adanya 'justru' teman dekat kita daripada teman biasa yang hanya sekedar kenal.
Temen deket sendiri jujur gue gak terlalu punya banyak, bukan karena gue tertutup atau gak ada yang mau temenan sama gue (mungkin alasan kedua sedikit benar, soalnya kadang-kadang gue rada angker -_-") tapi ya emang gak jodoh. Bukan cuma pasangan hidup yang harus berjodoh, sahabat juga kalo ga jodoh ga bakal jadi sahabat deket. Sahabat tu kayak senista apapun kalian satu sama lain tetep terima aja. Gue punya temen sejak SMA yang sampai sekarang kita masih deket, gue inget banget ketika masa nista gue dulu, gue curhat tentang "gue" ke dia, dan dia dengan ekspresi wajahnya yang kurang setuju dengan pilihan gue yang mau aja dijadiian 'simpenan' tetep bilang "Yah, itu pilihan lo. Tapi .... bla bla bla" Dia nasehatin gue habis-habisan yang dulu cuma kedengaran kayak kicauan beo dan sekarang rasanya kayak doa yang baik. Makasih teman :))
Gue juga punya temen, kita satu SMA tapi pas kuliah baru deket, dia sering curhat ke gue dan gue juga tapi kita satu sama lain gak pernah mengharapkan solusi atas curhatan kita, kita cuma lega ketika temen deket kita tahu dengan masalah kita, rasanya seperti berbagi. Dia emosional, depresif kadang-kadang, suka ngamuk, kekanak-kanakan, tertutup, kadang egois, tapi pada satu titik gue tahu dia punya posisi sendiri dalam lingkaran pertemanan gue. Meski ada satu fase dimana gue akan sibuk dengan temen dekat gue yang lain begitu pula dia, tapi pada akhirnya ada satu waktu dimana kami saling mencari dan bersimbiosis mutualisme dalam persahabatan itu.Gak ada yang merasa dirugikan atau dimanfaatkan, That what friends should be....
Gue punya satu lagi temen, dia sama gue tu kayak orang kembar siam otak, kita punya isi pikiran sama tentang seseorang, kadang ketika gue sama dia ngomongin seseorang (tetep ember) dan dia bingung mengungkapkan istilah yang pas tentang orang itu dihatinya, maka dengan gaibnya gue bisa melanjutkan kata-katanya dan dia akan tersenyum "Nah pas banget" ucapnya, lalu kita ketawa ketiwi kayak beo ngerumpi pagi-pagi. Dia orangnya ngambekan, pemarah, moody, gampang bete, kalo udah sifat itu keluar susah banget diajak ngobrol, tapi gue gak pernah ngerasa sifat itu menyusahkan. Simpel aja, ketika saat itu datang gue cuma nunggu saat yang tepat buat nyapa dia, menggodanya, dan mengorek alasan dibalik itu, dan voila ... Setiap kita curhat ke sahabat kita, kita gak akan mendapatkan solusi dari masalah itu, tapi ada satu kelegaan yang membuat kita ngerasa gak sendirian menghadapi masalah itu. Sahabat terbaik memang adalah pendengar terbaik dan penerima terbaik. :)
Selain mereka, guejuga pernah temenan sama orang-orang yang pada awalnya deket tapi mungkun faktor 'ga jodoh' jadinya gak bisa diterusin. Sedih sih, ketika kita nemuin persahabatan yang suitable banget di hati tapi tiba-tiba sesuatu yang gak seharusnya ganggu malah jadi ganggu, lebih sebel lagi ketika lama berteman dan pada akhirnya kita ditinggal setelah gak bisa bersimbiosis lagi, teman parasit akan selalu ada didunia ini, dan jenis inilah yang bikin gue kadang emosi buat judging...
Tapi ya gitulah .....'
Tiap orang berhak memilih seperti apapun dia menjalani hidupnya dan dia akan mendapatkan imbalan setimpal dari pilihannya ..
Selamat liburan teman-teman. Mari berubah menjadi lebih baik. Mari bersahabat. Mari saling menerima apa adanya. Mari berhenti sok penting. Mari menjadi menyebalkan yang manis. Mari berhenti sok laku dan sok dibutuhin. Selamat liburan dan selamat memilih hidup yang lebih baik.
Waktunya telah tiba ketika aku tahu untuk apa aku hidup, untuk apa kita berteman, dan untuk apa kita saling mengenal satu sama lain. Untuk apa kamu menyakiti aku, dan untuk apa kamu pergi. Waktu itu telah lewat ketika aku tahu kenapa semua harus terjadi seperti itu. Dan kamu akhirnya juga akan tahu untuk apa aku ada didunia ini dan ada diduniamu. Kamu akan tahu dan akan benar-benar mengingatnya seumur hidupmu. The one that should be good will be good, the one that should be pieces will be breaking in the little of pieces. And I absolutely know what you should to be and what I should to do to make it be ...
I'm good at making someone being into pieces ....
Kamis, Januari 26, 2012
Senin, Januari 23, 2012
Otak Daur Ulang
Gue punya kebiasaan kalo lagi punya banyak waktu luang, gue bikin sesuatu yang baru yang gue gak pernah bikin sebelumnya.
Dulu-dulu yang paling sering adalah eksperimen masak. Kue
khususnya. Sekarang gue mulai suka bikin-bikin pernak-pernik dari barang-barang
lama, kancing baju, gelang sama tasbih yang udah putus, kain sisa, flanel, dan
teman-temannya.
Liburan ini gue ngebet banget bikinnya. Jadilah gue mulai
punya otak daur ulang, semua benda bahkan sampe kotak susu bubuk sayang banget
gue buang ketika gua mikir, “ini bisa jadi sesuatu” sambil menunjukan ekspresi
orang pinter padahal yang dalam kepala adalah ‘bingung’
Seru juga sih, semuanya jadi murah meriah, bayangin
barang-barang kayak gelang, kalung, bros, yang gue bikin itu kalo dipasaran
harganya mahal gitu, belasan sampe puluhan ribu gitu :/
Setelah ini gue juga mau belajar merajut, make mesin jait
(gue gak pernah pake mesin jait, gue selalu jait pake tangan -_-), mantepin
nyetir, dan masak kue tetep harus.
Liburan gue pasti bakalan seru banget ^^
I'M JUDGING
I’m Judging!
Ntar, liat tanggal posting terakhir. Dan “Oh!
Akhir-akhir ini gue males nulis kayaknya, tapi sebenarnya
ada sih tulisan-tulisan yang mau diposting tapi batal pas saat terakhir karena
gue pikir isinya gak terlalu penting dan lebih ke –ababil- eh ....
Jadi sekarang liburan. Entah gue mesti senang atau sedih.
Tapi gue emang sempet elus dada liat nilai, susah emang kalo jadi mahasiswa
kedokteran dengan sistem blok yang satu blok tujuh atau enam SKS, kalo meleset
satu blok aja ... TAMAT! Tapi dibandingkan masa-masa nista semester lalu,
semester ini lebih baik. IP 3 gue balik, dan gue gak terlalu penyakitan lagi
lah..Fyuh! Masa nista gue sudah berlalu, dan kalo dipikir, gue beruntung dapet
segitu, meskipun gak memuaskan, tapi itu ngasih gue motivasi supaya semester
depan mesti naik lagi. Walaupun ada orang-orang diatas gue yang (nilainya) yang
emang layak dapet segitu dn gak layak (Red: gak layak) dapet segitu.
Kategori pertama gue gak masalah, toh hidup kan dari usaha
masing-masing J
Kategori kedua, gue masalah banget. Oke gue ngaku, gue
judging orang, belum tentu orang-orang yang gak layak itu beneran gak layak,
tapi kita gak bisa munafik kan. Emang sifat orang gak bisa dinilai dari cover
semata, tapi kalo setelah dua setengah tahun berinteraksi dan memang cover
mengatakan hal yang benar, salah gue judging?
Gue gak sebaik orang-orang itu memang, tapi ... gue benci
aja sama orang yang gak menghargai dan mensyukuri apa yang dikasih Tuhan.
Tuhan ngasih kita hal-hal yang patut kita syukuri. Tuhan
ngasih kesempatan masuk fakultas, masuk dan jalanilah. Tuhan ngasih kesempatan
kita tetap kuliah, maka kuliah lah. Tuhan ngasih kita kecerdasan yang ‘gift’
(a.k.a kecerdasan yang kita gak perlu usaha keras buat pinter, contoh pelajaran
susah yang lain pusing, dia cuma sekali baca bisa) yang berbagilah. Tuhan
ngasih rezeki ke orang tua kita untuk menghidupi kita, manfaatkanlah untuk
menghidupi diri kita sebaik mungkin.
Masuk fakultas trus pasti jadi sarjana? Enggak
Punya kesempatan kuliah, trus boleh gak masuk kuliah karena
hal sepele? Enggak lah
Cerdas, trus jadi meremehkan ilmu dan gak masuk kuliah? Elo
bisa selamanya jadi pinter?, mikir aja!
Punya banyak duit di rekening, trus bisa seenaknya foya-foya
menafkahi orang lain (red : Pacar)? Suruh aja bokap lo yang pacaran sama pacar
lo!
Dan masih mengandalkan keberuntungan? Gue udah lama gak
bergantung pada keberuntungan lagi
Keberuntungan mungkin membawa kita pada apa yang kita mau,
tapi tidak menjadikan kita apa yang seharusnya kita dapat di masa depan, itu
adalah usaha kita sendiri. Mendapatkan peta menuju istana adalah keberuntungan,
tetapi ketika kita sampai ke istana itu bukan keberuntungan, itu karena kita
berjalan dengan kaki kita sendiri.
Gak bertujuan buat nyentil sih, tapi teman-teman yang
berusaha keras dan mendapatkan tidak setimpal juga tahu, kalo orang-orang
semacam ini adalah sampah dalam sebuah kumpulan, walaupun ketidaksetimpalan itu
bukan salah siapa-siapa tapi diri kita sendiri. Tapi sebel aja gitu kalo lihat
ada sampah bawaannya pengen mendaur ulang atau kalo udah parah, masukin tong
sampah.
Mungkin istilah sampah terlalu kasar, karena kadang gue
sendiri ngerasa sampah banget ketika gue gagal, tapi paling gak gue gak jadi
sampah versi kayak ‘gue dapet tiket beasiswa ke Australia dan gue pengumuman ke
semua orang’ atau gue punya pacar ganteng banget lebih ganteng dari Leonardo D’Caprio
waktu masih unyuuu banget di Catch Me If You Can, trus gue tiap hari jalan-jalan
ke biskop bareng dia disaat gedung kuliah yang ada dibelakang mall bioskop itu
sedang kuliah serius sambil gue mikir, ah gak diabsen gini, baca slide juga
ngerti’
Hey orang-orang pintar! Pengen rasanya gue ngeludah!!! Gue
mikir, gimana nyokap bokap gue reaksinya kalo tau kerjaan gue pas kuliah kayak
gitu. Miris!
Kemarin, waktu mau balik kerumah (untuk liburan) gue
nyempetin beli pisang karamel favorit gue, gua sering beli buat teman begadang
bikin laporan atau belajar ujian. Gue beli buat gue bawa kerumah soalnya adek
gue juga mupeng banget sama tu makanan manis...
Gue mau cerita penjualnya. Gak lah! Penjualnya bukan tipe
cowo di FTV yang sering jualan bakso atau bawa odong-odong pake baju butut tapi
muka ningrat trus naksir, trus pacaran, tiba-tiba pas setahunan duduk deket
gerobak, tiba-tiba mobil jazz stop dan dia bilang “Nak, pulanglah!”
“Oh dia ternyata anak supir!” gue geleng-geleng kepala.
Ini pedagangnya cowok, biasa, berantakan, pake anting-anting
gitu, sangar, kayak orang gak berpendidikan, baju kotor kayak gak dicuci. Pas
didatengin beli pisang karamel, bau juga enggak, sangar juga enggak, galak
enggak, genit atau jelalatan enggak, bikin kue nya bersih, dan ngomongnya polos
banget pake bahasa jawa-jawa gitu. Mereka selalu senyum-senyum dan gue seneng
ngajak mereka ngobrol.
Disitu gue tau kalo judge by cover itu salah! Gue gak
judging mereka, gue tahu sifat mereka setelah sering beli kue kesana dan
ngobrol. Gue tahu covernya beda sama isinya. Gue kagum sama mereka, mereka
mungkin usianya gak jauh diatas gue tapi mereka menghabiskan waktu mereka buat
bantu keluarga mereka cari duit, mereka gak malu, gue yang malu kadang-kadang
karena masa depan gue gak pasti dan kerjaan gue sekarang cuma habisin duit
ortu. Mereka adalah orang-orang yang pantas dihargai.
Kedua, gue punya temen, kalem, baik, alim, pinter, ramah, suka
nolong, tapi satu masalah yang muncul seiring waktu, dia terlalu sadar diri
akan prestasinya. As guess... Sombongnya gak ketulungan. Minta ampun sana!
Menurut gue prestasi gue gak penting orang tau, yang penting gue bersyukur dan
orang tua gue ngakuin prestasi gue, itu lebih dari cukup. Entah apakah ada niat
terselubung dari si dia ini yang suka menceritakan prestasi-prestasinya yang ‘Heloooo
gueeee tauuuuu ko gak usah elooo ulang-ulang....”. Tau lah gue elo cerdas,
juara ini itu, asdos disana sini, tapi please!!! Gak mikir ya waktu ngomong.
Elo kayak ngomong “Gue kemaren dapet duit setriliyun abis menang panco gitu”
dan elo ngomong sama orang-orang yang elo kalahin panco tanpa muka bersalah.
Runtuh langit dikepala lo kalo elo terus begitu....
Disitu gue jadi makin tahu kalo judging orang memerlukan
tahap, tahap mengenal, dan gue tau sifatnya begitu setelah beberapa bulan
bahkan beberapa tahun kenal. Kagum gue ke elo END!
Ketiga, entah tipe apa ini. Gue gak nyebutin ketemu dimana,
tapi ini tipikal yang banyak banget berhamburan di mana-mana. Gue perlu waktu
lama banget untuk mendeteksi orang tipe ini.
Tipikal orang yang ‘sok kuat’ dan bikin lawannya kagum.
Orang yang ‘sok galau’ dan bikin lawannya terharu. Orang yang ‘mengumbar
penderitaan’ dan bikin lawannya iba dan menjadi sahabat yang bisa ada kapanpun.
Tipe orang yang ‘oh –so-intelligence’ dan tahu segalanya. Tipe orang yang ‘gue
sama elo sama’ dan membuat lawannya seperti ketemu saudara beda bapak ibu. Tipe
orang yang ‘sok cuek’ ‘sok beda’ dan catat ‘SOK TERISOLASI’.
Ini tipe orang yang sebenarnya orang gak terlalu perduliin,
orang gak terlalu menyadari keberadaannya, orang gak punya waktu buat mengagumi
atau membencinya, bahkan untuk sekedar membicarakan skandalnya, tipe orang yang
kenal dan dikenal orang banyak tapi gak bener-bener punya temen dalam waktu
lama. Intinya gak ada yang bener-bener mau jadi temennya tapi juga gak membenci
secara terang-terangan.
Gue paling males ngomongin orang macam gini, yakin aja,
orang kayak gini ADA disekitar lo, hati-hati kalo pas bangun tidur lo tiba-tiba
ada di lubang gelap sendirian, mungkin lo baru kejebak orang tipe ini.
Inget-inget deh kemarin-kemarin apa lo sempet ketemu atau ngobrol dama orang
yang Oh-So-Different trus elo ditinggal kayak gak pernah kenal. Peduli amat
sama temen model begini, cuma sebel aja, waktu terbuang buat dengerin ocehannya
yang akhirnya sekarang gue mikir “Itu nyata apa karangan sih?” Gelenggg kepalaa
lagiiii....
Terakhir, tipe orang yang gue salah judging waktu pertama
ketemu dan akhirnya keliatan setelah lama berinteraksi. Mungkin lawan dari tipe
penjual pisang karamel.
Ni orang mukanya intelek banget, ngomongnya tinggi,
berpendidikan, anak kuliahan, suka baca buku, gayanya kaya kenal banyak orang
penting (jadi yang gak kenal sama dia dia anggap gak penting gitu), trus
cerdas, eksis sana sini, asdos sana sini, dia gak peduli komentar orang tapi
dia peduli sama komentar orang-orang yang berpengaruh dihidupnya (ortu, pacar,
dosen pembimbing, dosen lain dia gak peduli, dosen kenalan bapaknya, gubernur
kenalan bapaknya, pengusaha kenalan bapaknya, pokoknya semua kenalan bapaknya),
necis, rapi, modis, rapi, sok penting (dan pintar mempoosisikan diri menjadi
penting), selalu mengandalkan keberuntungan. Pokoknya ini tipe orang yang semua
orang ‘sirikin’ tapi juga tipe yang semua orang ‘pengenin’. Kenal orang begini
dapet banyak ilmu sih, mereka tahu hal-hal yang kita gak tahu, pengetahuannya
lebih lus dari orang pada umumnya, dan mereka pinter ngomong sehingga kita
betah ngobrol sama mereka. Pembawaannya juga cerdas. Cuma pas lama-lama kenal
bakal muncul sifat buruk yang ‘tergantung kedekatan elo’ bakal merugikan elo
atau cuma bikin lo nausea-vomitting merhatiin -_-“ .
Elo pikin deh,, sekarang kan kita kuliah. Nah orang tipe ini
saking sok pentingnya dia bakal gak kuliah kalo misalnya mata kuliah itu
baginya gak penting, nyebelinnya biasanya pas ujian nilai mereka tetep tinggi,
yah Tuhan tahu kan siapa yang gak bersyukur. Contoh lainnya, elo laper-laper
ngumpulin duit nabung gara-gara mau beli hape baru tapi gak tega minta duit,
dia tetep foya-foya aja gitu nafakahin dirinya, plus nafkahin anak orang lain
aka pacar. Heloooo masih pacar gitu, hiks... Kalo elo mesti nafkahin make duit
bokap lo, suruh aja dia kawin sama bokap lo, jadi bini muda... errrr... Hidup
nyampah,bilang ma ortu kuliah, di kota orang kerjaannya –sok-males
kuliah-nyombong-buang duit-pacaran- dan berharap bakal gitu terus sampai
dewasa. Mungkin sih kejadian, tapi yah ..... Mati cepet kali ntar ni orang
:-/...
Kalo gue ingat-ingat kayak gitu, gue mikir gue jadi apppaaaa
ntar, trus gue sedih, gu inget ortu gue, dan gue ngerasa banget gue sayang sama
keluarga gue ....
Mungkin, pas baca ini mpe kelar bakalan ada yang tertohok,
maaf gue juga pernah ada dalam fase ini, gue beruntung dan gue gak bersyukur,
gue males, gue foya-foya, gue sombong, tapi gue mencoba liat lagi dengan teliti
memakai cermin yang merefleksikan wujud gue lebih akurat, gak buram.
Mungkin, pas baca ini setengah aja, ada yang bakal males dan
bilang, “Ahhh curhat” iya emang, gue cerita yang pernah gue alamin, gue berniat
berbagi bukan mempengaruhi atau menyampah, gue cuma ngasih tahu, kali aja orang
disekitar kita kayak gitu, cobalah untuk merubah atau memberi tahu, kalo gak
bisa jagalah jarak dan siap-siap. Jangan berekspektasi terlalu baik sama dunia,
dan jangan berekspektasi terlalu buruk. Gak ada gagasan untuk menghina atau
membenci. Mari kita introspeksi diri dan perbaiki diri kita. Gue juga gak bakal
berani bilang hal yang gue gak pernah alamin.
Gue gak punya hak bilang coklat itu gak enak cuma karena
melihat warnanya yang hitam, sebelum merasakan gimana manisnya coklat itu
sebenarnya.
Keberuntungan memang memberikan kita apa yang kita mau tapi
tidak membawa kita pada masa depan. J
Langganan:
Postingan (Atom)