Pada Sistem Sensoris dan Integumentum terdapat beberapa bakteri yang paling sering menyebabkan kelainan/infeksi. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Kulit
Ú Staphylococus
Ú Streptococcus
Ú Mycobacterium
Ú Bacillus
Ú Pseudomonas
Ú Propionibacterium acnes
Ú dll
Mata
Ú Haemophylus influenzaàkonjungtivitis
Ú Chlamydia trachomatis àkonjungtivitis
Ú Staphylococcus aureus àhordeolum
Ú Pseudomonas aeruginosa àulkus
Ú Neisseria gonorrhoe
Ú dll
Telinga
Ú Streptococcus pneumonia àotitis
Ú H.influenzae
Ú Pseudomonas aeruginosa: otitis externa maligna
Ú dll
PIODERMA
A. Definisi
Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Kadang juga disebabkan oleh bakteri gram negative seperi pseudomonas namun itu jarang terjadi dan efeknya biasanya lebih parah.
B. Etiologi
Penyebab yang utama dari pioderma adalah Staphylococcus B hemolyticus, Streptococcus aureus.
Tentang Staphylococcus dan Streptococcus
Tentang Staphylococcus dan Streptococcus
C. Faktor Predisposisi
1. Higiene yang kurang
2. Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit-penyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma, dan diabetes melitus
3. Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma yang hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya tersebut, hal itu juga terjadi karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu oleh penyakit.
D. Klasifikasi
Pioderma terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Pioderma Primer
Pioderma yang terjadi pada kulit yang normal.
2. Pioderma Sekunder
Pioderma yang terjadi pada kulit yang sebelumnya telah ada penyakit kulit. Gambaran klinisnya menjadi tidak khas dan kadang ditemukan lebih dari satu organism pada pemeriksaan. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder maka disebut impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah munculnya pustule, pus, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran KGB regional, leukositosis, dan dapat pula disertai demam.
E. Pengobatan Umum
1. Sistemik
Contoh obat untuk pengobatan pioderma
a. Penisilin G prokain dan semi-sintetiknya
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai lagi karena dianggap tidak praktis dan pemakaiannya sering menimbulkan syok anafilaktik
- Ampisillin, dosis 4x500 mg, ante cunam
- Amoksisilin, dosisnya sama dengan ampisilin, dipakai post-cunam dan absorbsinya lebih cepat sehingga kadar dalam plasma lebih tinggi.
- Golongan obat penisilin resisten-penisillinase, contohnya adalah oksasillin, kloksasillin, dikloksasillin, flukloksasillin. Dosis 3x250 mg/hari ante-cunam. Kelebihan obat ini adalah juga berkashiat pada Staphylococcus yang telah membentuk penisilinase.
b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin, 3x500 mg/hari. Klindamisin diabsorbsi lebih banyak karenanya dosisnya lebih kecil yaitu 4x150 mg/hari/os, pada infeksi berat dosisnya 4x300-450 mg/hari. Linkomisin agar tidak dipakai lagi dan digantikan oleh Klindamisin karena potensial antibakterinya lebih besar dan efek sampingnya lebih sedikit dan tidak terlalu terhambat oleh adanya makanan dalam lambung.
c. Eritromisi
d. n
Dosis 4x500 mg/hari/os. Efektivitasnya kurang dibandingkan Linkomisin/klindamisin dan obat golongan penisilin resisten-penisillinase. Cepat menyebabkan resistensi dan kadang terjadi tak enak di lambung.
e. Sefalosporin
Bila terjadi pioderma berat yang dengat obat diatas tidak menunjukan hasil maka dipakailah Sefalosporin. Ada empat generasi yang berkhasiat untuk kuman gram positif yaitu generasi I juga generasi IV. Contohnya adalah sefadoksil dari generasi I dengan dosis dewasa, 2x500 mg atau 2x1000 mg/hari
2. Topikal
Bermacam obat topical dapat digunakan untuk pioderma, contohnya basitrasin, neomisin, mupirosin. Neomisin berkhasiat juga untuk bakteri gram negative, Neomisin dituliskan sering mengalami sensitisasi, sedangkan teramisin dan kloramfenikol sebenarnya tidak terlalu efektif namun sering dipakai karenanya harganya murah. Obat-obatan ini biasanya berbentuk salep atau krim.
Selain itu juga baik agar diberikan kompres terbuka contohnya, larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1 o/oo dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10kali.
F. Pemeriksaan
Terdapat leukositosis pada pemeriksaan lab. Pada kasus yang sulit sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya buka kedua bakteri penyebab pioderma yang sering terjadi melainkan kuman gram negative.
G. Bentuk Pioderma
1. IMPETIGO
Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis)
Terdapat tiga jenis dari impetigo, yaitu
a. Impetigo krustosa (impetigo kantagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury Fox), disebabkan biasanya oleh Streptococcus B hemolyticus. Gejala umum tidak menyertai. Predileksi di MUKA, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sember infeksi dari daerah tersebut. UKK berupa eritem dan vesikel yang cepat memecah sehingga akan terlihat krusta tebal berwarna kuning seperti madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, sering menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah. Komplikasi, glomerulonefritis (2-5%), yang disebabkan oleh sero tipe tertentu. Diagnosis bandingnya adalah Ektima. Pengobatan yang dipakai jika krusta sedikit, lepaskan krusta dan diberi antibiotic. Jika banyak berikan antibiotic sistemik.
b. Impetigo bulosa (Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet), penyebab biasanya adalah Staphylococcus aureus, keadaan umum tidak dipengaruhi, dengan predileksi di daerah KETIAK, DADA, PUNGGUNG. Sering bersama miliaria. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Kadang saat datang berobat bula sudah pecah dan yang tampak hanyalah koleret dan dasarnya masih eritematosa. Diagnosis banding dari impetigo ini adalah dermatofitosis (jika sudah pecah dan tampak koleret). Pengobatannya pecahkan bula, lalu berikan antibiotic salep atau cairan antiseptic. Jika bula/vesikel banyak maka berikan pula antibiotic sistemik.
c. Impetigo neonatorum, varian impetigo bulosa yang terjadi pada neonatus. Kelainan sama dengan impetigo bulosa hanya saja bisa terjadi pada seluruh tubuh dan disertai demam. Diagnosis bandingnya adalah sifilis congenital. Pengobatannya adalah antibiotic sistemik, untuk topical dapat diberikan bedak salisil 2%
Radang pada folikel rambut, biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Terbagi menjadi dua jenis :
a. Folikulitis Superfisial (terbatas didalam epidermis)
Nama lainnya adalah impetigo Bockhart, tempat predileksi adalah TUNGKAI BAWAH. UKK berupa papul atau pustule yang eritematosa, di tengahnya terdapat rambut. Biasanya multiple.
b. Folikulitis profunda (sampai ke subkutan)
Gambaran klinis sama, selain itu juga teraba infiltrate di subkutan. Contohnya sikosis barbae, bersifat bilateral. Diagnosis banding penyakit ini adalah tinea barbae. Pengobatan dipakai antibiotic sistemik/topical dan cari faktor predisposisinya.
3. FURUNKEL/KARBUNKEL
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari sebuah disebut furunkulosis, Karbunkel ialah kumpulan furunkel. Biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Keluhan yang muncul adalah nyeri, dengan UKK berupa nodus eritem berbentuk kerucut dengan pustule ditengahnya. Kemudian melunak menjadi abses berisi pus dan jaringan nekrotik lalu memecah membentuk fistel. Predileksi adalah tempat yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong. Pengobatan jika hanya sedikit furunkel, cukup dengan antibiotic topical, jika banyak perlu gabungan dengan antibiotic sistemik. Jika terjadi furunkulosis atau karbunkel berulang-ulang cari faktor predisposisi, misalnya diabetes mellitus.
Ektima ialah ulkus superficial dengan krusta diatasnya disebabkan infeksi Streptococcus, biasanya Streptococcus B hemolyticus. Gejala yang tampak adalah krusta tebal berwarna kuning berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang relative banyak trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus yang dangkal. Diagnosis bandingnya adalah impetigo krustosa, perbedaannya, impetigo krustosa sering terjadi pada anak dan berlokasi di muka dan dasarnya adalah erosi, ektima terjadi pada anak maupun dewasa tempat predileksi TUNGKAI BAWAH dan dasarnya adalah ulkus.
Pengobatan yang dipakai adalah krusta diangkat dan disalep antibiotic. Jika banyak, gabungkan dengan antibiotic sistemik.
Radang sekitar kuku oleh piokokus. Penyebabnya biasanya Staphylococcus dan/atau Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis dari penyakit ini adalah didahului trauma, mulai infeksi pada lipatan kuku, terlihat tanda-tanda radang dan menjalar ke matriks dan lempeng kuku, dapat terbentuk abses subungual.
Pengobatan kompres dengan larutan antiseptic dan berikan antibiotic sistemik. Jika terjadi abses subungual, kuku diekstraksi.
Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus. Gejala klinis, demam, malaise. Lapisan kulit yang diserang ialah epidermis dan dermis, didahului dengan trauma, tempat predileksinya TUNGKAI BAWAH. UKK yang utama adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut. Dapat disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat leukosistosis.
Jika sering residif ditempat yang sama dapat terjadi elephantiasis.
Diagnosis bandingnya adalah selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di subkutan. Pengobatan terutama adalah istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), pengobatan sistemik dengan antibiotic, topical diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptic. Jika terjadi edem diberikan diuretic.
Etiologi, gejala konstitusi, tempat predileksi, kelainan pemeriksaan lab, dan terapi sama dengan erysipelas. Kelainan kulit berupa infiltrate difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut.
Selulitis yang mengalami supurasi. Terapi sama dengan selulitis hanya saja ditambah dengan insisi.
9. ULKUS PIOGENIK
Berbentuk ulkus, gambaran klinisnya tidak khas dengan disertai pus diatasnya. Dibedakan dengan ulkus lain yang disebabkan oleh kuman gram negative sehingga perlu dilakukan kultur.
10. ABSES MULTIPEL KELENJAR KERINGAT
Infeksi yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, pada kelenjar keringat berupa abses multiple tak nyeri berbentuk kubah. Didapati pada anak dengan faktor predisposisi berupa daya tahan tubuh yang menurun juga banyak keringat, sehingga sering bersama denga miliaria. UKK berupa nodus eritema, multiple, tidak nyeri, berbentuk kubah dan lama memecah. Lokasinya di tempat yang banyak keringat.
Diagnosis bandingnya adalah furunkulosis, namuan furunkulosis terasa nyeri dan bentuknya seperti kerucut, dengan pustule ditengah dan lebih cepat memecah. Pengobatan yaitu antibiotic topical dan sistemik dengan tidak lupa memperhatikan faktor predisposisi.
11. HIDRADENITIS
Infeksi kelenjar apokrin biasanya oleh Staphylococcus aureus. Sering didahului oleh trauma, dengan gejala konstitusi berupa demam, malaise. Ruam berupa nodus, dengan kelima tanda radang akut (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa). Kemudian dapat melunak menjadi abses, dan memecah membentuk fistel yang disebut hidradenitis supuratif. Pada yang menahun dapat terbentuk abses, fistel, sinus yang multiple. Terbanyak berlokasi di ketiak, juga di perineum. Terdapat leukositosis.
Diagnosis bandingnya adalah skrofuloderma, perbedaannya pada hidradenitis didahului tanda radang akut dan terdapat gejala konstitusi. Pengobatan yang digunakan adalah antibiotic sistemik, jika telah terbentuk abses, diinsisi. Jika belum melunak diberi kompres terbuka, pada kasus yang kronik residif, kelenjar apokrin dieksisi.
S4 pertama kali oleh Ritter von Rittershain, sehingga sering disebut penyakit Ritter.
S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri yang khas ialah terdapatnya epidermolisis.
Penyakit ini terutama terdapat pada anak dibawah 5 tahun, pria lebih banyak dari wanita. Etiologinya ialah Staphylococcus aureus grup II faga 52, 55 dan/atau faga 71.
Patogenesis. Sebagai sumber infeksi ialah infeksi pada mata, hidung, tenggorok, dan telinga. Eksotoksin yang dikeluarkan bersifat epidermolitik (epidermolin, eksofoliatin) yang beredar di seluruh tubuh sampai pada epidermis dan menyebabkan kerusakan. Pada kulit tidak selalu ditemukan kuman penyebab. Fungsi ginjal yang baik diperlukan untuk mengekskresikan eksofoliatin, pada bayi diduga fungsi ginjal belum sempurna sehingga penyakit ini terjadi pada golongan usia tersebut.
Gejala Klinis. Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul mendadak pada muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 1-2 hari akan muncul bula-bula berdinding kendur, tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tanpak daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip dengan kambustio. Daerah-daerah tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai sikatriks.
Komplikasi. Meskipun dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi komplikasi seperti selulitis, pneumonia dan septicemia.
Pemeriksaan bakteriologi. Jika terdapat infeksi ditempat lain maka dapat dilakukan pemeriksaan bakteriologi. Juga dilihat tipe kuman karena tidak semua Satphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit ini, hanya tipe tertentu. Pada kulit tidak ditemukan kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin.
Histopatologi. Terdapat gambaran yang khas yaitu terlihat lepuh intraepidermal, celah terdapat di stratum granulosum, meskipun ruang lepuh sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis sisanya tampaknya utuh tanpa disertai nekrosis sel.
Diagnosis banding. Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal Toksik, bahkan pada awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter). Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun, mulainya kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa umumnya tidak diserang dan angka kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini adalah pioderma penyebab kematian paling mungkin). Kedua penyakit ini sulit dibedakan sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi secara frozen section agar hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan keduanya berbeda. Perbedaan terletak pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T terdapat nekrosis disekitar celah dan terdapat sel radang.
Pengobatan. Pengobatan antibiotic, kortikosteroid tidak perlu. Penisilin cukup efektif, misalnya kloksasillin dengan dosis 3x250 mg untuk orang dewasa/hari/os. Pada neonatus, dosisnya 3x50 mg/hari/os. Obat lain yang dapat diberikan ialah klindamisin dan sefalosporin generasi I. topical dapat diberikan sufratulle, atau krim antibiotic. Diperhatikan juga keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prognosis. Kematian dapat terjadi terutama pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan prevalensi sekitar 1-10%. Penyebab utama kematian adalah tidak adanya keseimbangan cairan dan elektrolit juga karena sepsis.
Sumber :
Djuanda Adhi, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta : FKUI ; 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar