Sabtu, Agustus 20, 2011

Dualisme

Dualisme


Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik.
Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialismenon-emergent [Dikutip dari wikipedia]

It seems usual for everyone but dangerous for me.
Aku sudah sering mengamati dan ternyata dualisme yang terjadi padaku sangat berbahaya.
Itulah salah satu fungsi aku ‘menulis’. Pertama itu memang hobiku, kedua adalah untuk memahami karakterku sendiri beserta pengaruhnya terhadap orang lain. Sesuatu yang sangat berisiko karena aku memilih publikasi yang gak tanggung-tanggung, blog, facebook, twitter, dan for a moment pada sedikit orang di heello.
Karakterku sudah terbaca banyak oleh mereka dari apa yang aku tumpahkan lewat tulisan, tapi tidak banyak yang bisa memahami –selain diriku sendiri yang sudah lama mengamati- tentang dualisme yang sering terjadi padaku.
Sebuah bahan pembelajaran yang bagus dan aku sama sekali tidak keberatan menjadi objek untuk diriku sendiri mempelajari salah satu keanehan –kelainan- jiwa yang jarang ditemui.


Dualisme yang pertama
Dualisme Kepribadian
Awalnya aku mengira ini semacam kepribadian ganda, tapi setelah mengamati dan sedikit mempelajari karakter atau sifat dari seseorang yang berkepribadian ganda, ini jelas bukan kepribadian ganda. Ini hanya dualisme kepribadian, yang mana keadaannya adalah dua kepribadian yang berlawanan beriringan bersamaan menguasai tapi tetap dalam keadaan sadar. Jika pada seseorang yang berkepribadian ganda bersifat baik lalu berubah sadis dan kembali baik, dia akan merasa seakan ada waktu yang kosong dan hilang. Aku juga merasakan itu, tapi bukan karena hilang, waktu yang kosong itu seperti semacam jeda yang aku benar-benar sadar, aku merasa ada yang hilang dan kosong tapi sebenarnya akupun tahu itu tidak benar. Kosong yang pikiranku artikan adalah sesuatu yang terjadi karena sifat lain yang keluar dari diriku yang sebenarnya tidak aku sukai tapi aku tidak kuasa menolaknya, aku sadar, perlu dicatat itu. Aku ingat. Jadi kosong disini bukanlah sebuah gejala, tapi sebuah pembelaan pikiran ketika dirimu menghakimi sebuah kesalahan pada dirimu sendiri, dan sisi lain dirimu mencari-cari alasan untuk membela diri. Sebenarnya pembelaan diri itu tidak diperlukan seandainya aku bisa mengendalikan untuk memilih salah satu karakter saja tapi aku sama sekali tidak bisa untuk memilih. Ada sesuatu didiriku yang kadang menikmatinya. Ambilah contoh, ketika pada suatu waktu aku adalah orang yang baik, dalam artian menerima dengan logis apa yang terjadi, berpikir realistis, dan menerima apa adanya semua keadaan dengan ikhlas, tapi dihari yang lain dengan masalah yang sama yang secara praktis sudah terselesaikan ternyata ada sisa-sisa diriku yang mengulang masalah itu dalam pikiran dan menunjukan reaksi yang berbeda, dendam, marah, menyesal, memaki, bersikap terlalu utopis dan berangan-angan akan kemungkinan yang hanya akan terjadi dengan probablitas 0,1%, hal ini jelas mengganggu. Orang akan berpikir aku tidak konsisten.
Tidak konsisten pada satu sisi memang bisa ditoleransi keadaannya, misalnya ketika kita ditanya “Lihat, teman kamu belum menyelesaikan tugas dan membuat kalian semua dihukum, menurut kamu apakah dia berhak dihukum?” maka akan terjadi perang ketidakonsistenan disana, satu pikiran akan bilang “Ya dia berhak dihukum karena tidak menghiraukan nasehat teman-temannya untuk segera menyelesaikan tugas dan membuat teman yang menyelesaikan tugas ikut dihukum” dan kedua “Tidak, dia teman kami, jika dia dihukum kami semua harus juga dihukum karena salah kami juga tidak cukup membantunya, dia punya masalah diluar ini yang membuatnya terhambat menyelesaikan tugas”… dalam satu sisi itu adalah ketidakonsistenan yang umum terjadi dan bisa ditoleransi. Sedangkan yang terjadi padaku berakibat sangat fatal dan disegala aspek. Sebuah sikap tidak konsisten yang terlalu vital untuk ditoleransi bahkan untuk diriku sendiri. Bagiku ini adalah sebuah masalah dan aku bisa lihat efeknya amat sangat besar dan tidak terlalu baik untuk orang-orang disekitarku.


Dualisme yang kedua
Dualisme Perasaan.
Terdengar klise huh? Ini bukan semacam ajakan untuk bergalau, ini adalah sesuatu yang berbahaya. Aku sadar, diriku adalah orang dengan pikiran yang begitu kuat melindungi diri, menjadikan aku tertutup dan pemilih. Barier yang dibuat oleh pikiranku, pengalih dan katarsis yang berbahaya. Pada satu sisi aku menyukai sesuatu dan disisi lain aku akan membenci sesuatu itu habis-habisan. Mungkin terdengar biasa dan pasti sangat sering sering sering terjadi di dunia nyata, tapi dualisme yang satu ini sangat mengganggu. Bagaimana tidak, ketika aku menyukai sesuatu, dan pikiranku mempertebal barier akan perasaanku, maka dia akan mengalihkannya pada hal lain. Menyukai hal lain. Aku adalah orang yang selalu heran dan bingung pada seseorang yang bisa menyukai sesuatu, misalnya mencintai dua orang dengan kadar yang sama disaat yang sama, bukan sesuatu yang tercela atau salah, hanya saja itu jelas-jelas mempersulit, dan sekarang aku jatuh pada dualisme itu juga.
Coba pikir, aku menyukai laptop, aku menyukai buku. Lantas apakah itu masalah? Tidak, dua hal yang berbeda dan cara kita mencintainya juga berbeda tapi seperti yang aku bilang perlawanan dipikiranku seakan memaksaku untuk memilih hal yang TIDAK PERLU DIPILIH, pikiranku memaksaku untuk memilih antara buku atau laptop. Itu tidak masuk akal! Pikiranku mengkadarkan sebuah rasa suka sangat terbatas, mungkin riwayat terdahulu terlibat sebagai penyebab, tapi ini terlalu berlebihan dan jelas-jelas mengganggu. Hal yang sama sekali membuat aku tidak sukses untuk beberapa hal.



Dualisme yang ketiga dan paling berbahaya
Dualisme Keyakinan
Ini yang paling berbahaya. Aku pada satu masa adalah orang yang sadar agama, sadar bahwa sesuatu itu tidak boleh dan boleh, namun pada suatu masa bisa menjadi apatis. Aku selalu peduli dengan kepantasan pakaian ku, namun disatu masa yang lain aku tidak peduli jika aku memakai rok pendek, kaos ketat, atau celana pendek untuk keluar malam-malam sendirian. Aku selalu peduli jika harus melaksanakan sembahyang, aku selalu ingat jam waktunya sholat, tapi pada satu masa keimananku berada pada titik nol dimana aku tidak peduli apakah hari ini aku sudah sholat atau belum, bahkan kadang ketika waktu begitu senggang aku lebih memilih melanjutkan tidur. Di satu sisi aku peduli disisi lain dimasa yang lain aku hanya berpikir ‘persetan’ dengan semua itu. Kadang aku seorang yang ortodok, kadang liberal. Tapi aku masih bertahan dengan sisa keimanan yang ada mempertahankan apa yang kemarin sudah aku pilih. Aku berusaha dan yeah… dualisme yang satu ini begitu sulit dijelaskan, studi kemana-mana aku bingung menjelaskannya. Aku mengamati beberapa sikap orang-orang disekitarku terhadap agama, semuanya datar, dalam artian mereka yang taat ya taat, mereka yang biasa aja ya biasa aja. Gak ada yang terombang-ambing seperti aku. Dari luar aku semakin terlihat tidak konsisten, tapi aku sendiri padahal tidak memilih ini, aku kurang paham denga hatiku, aku merasa takut pada Tuhan di satu masa, dan dimasa yang lain  aku seakan cuek dan tidak punya rasa takut sama sekali seperti seoang atheis. Aku tahu ini tidak baik, lama aku mencari obatnya, tapi tidak ada. Hingga sekarang yang aku lakukan hanya merenung sebanyak-banyaknya dan mempertahankan keimanan sekuat yang aku bisa. Wish me luck…..


Last…
Meskipun sedualisme apapun aku terhadap pikiran dan diriku sendiri, aku tetap aku. Seorang teman yang selalu berusaha menjadi penyayang! Everytime you need me guys, I always here. Find me, I’ll help, without payment! Even when I’m angry, I’ll still have a lil bit smile for you….. Sesuatu yang tidak akan pernah kubiarkan terdualisme. Friendship!!!

Ignore everything I had been did. It just me and myself, not with anyone….

Tidak ada komentar: