Minggu, Agustus 28, 2011

Kembali Fitri Bagiku seperti....


Banyak hal mungkin telah berubah, tapi hampir tidak ada yang menjadi lebih buruk. Hampir tidak ada maksudnya adalah masih ada namun aku berusaha menghitungnya hingga sesedikit mungkin.

Sebentar lagi ramadhan habis, semua akan kembali ke aktivitas semula dengan keadaan yang dibilang orang dengan ‘kembali fitri’. Aku bukannya tidak memercayai konsep ‘kembali fitri’, aku bahkan orang yang paling meyakini keberadaan hal itu, hanya saja, maksud dari ‘kembali fitri’ bagiku bukan sekedar menjadi bersih kembali seperti bayi karena secara nyata aku hampir tidak pernah merasakan itu terjadi kepadaku. Seandainya memang saat bayi aku dilahirkan sebagai bayi besar yang pemarah dan pembenci, mungkin memang iya setiap tahunnya aku menjadi bayi besar pemarah itu lagi.

Aku tidak pernah merasa benar-benar menjadi bersih dan aku tahu itu adalah masalahku, bukan orang lain.
Aku ingat, dulu aku suka mencemooh. Aku pernah bertemu dengan seorang wanita, dia punya pacar yang sangat dia cintai, tapi pacarnya ini begitu cuek dan tidak perhatian, aku mengerti perasaannya –aku kira-, mereka diluar terlihat baik-baik saja, lalu aku sempat dengar bahwa sebenarnya si laki-laki sudah tidak terlalu menyayangi si wanita dan beberapa kali mengajak putus, tapi setiap terjadi pertengkaran atau kemungkinan berpisah itu datang, si wanita selalu mengamuk menangis dan datang kerumah si laki-laki, berdiri didepan pintu sambil menangis memaksa bertemu tanpa perduli pandangan orang sekitar. Aku bingung kenapa dia mau mempertaruhkan harga diri hanya untuk laki-laki yang menurutku gak terlalu worth buat diperjuangakan –see, cowok yang gak perjuangin keberadaan lo, gak pantes buat diperjuangin-, aku tentu mencemooh –sadar ataupun tidak- dibalik rasa simpati itu ada rasa heran dan meremehkan. Kemudian aku sadar ternyata aku tidak benar-benar mengerti sampai aku sendiri benar-benar mengalami keadaan dimana kita berdiri tepat dipinggir jurang perpisahan.

Kata orang, laki-laki itu bisa nekat, tapi ternyata aku baru menyadari bahwa banyak perempuan yang bisa bertingkah lebih nekat.

Aku pada suatu hari jatuh pada situasi dimana perpisahan wajib terjadi, aku bukannya memilih untuk mengambil jalan itu, aku justru memberontak dan mengancam akan bunuh diri jika itu semua terjadi. Rasanya seperti lebih baik mati daripada terus-terusan menangis dan menjalani kesedihan yang –kelihatannya- tidak ada habis-habisnya. Pada satu titik aku berhasil keluar dari masa itu dan menanggapi keadaan apa adanya. Sejak saat itu aku tahu bagaimana rasanya mempertahankan sesuatu yang sebenarnya menyakitkan tapi kau membutuhkannya, aku tahu rasanya bahwa meski dia gak worth banget buat diperjuangkan karena tidak pernah memperjuangkan kamu balik bukan berarti kita bisa dengan mudah melepasnya. Sejak saat itu aku berhenti mencemooh, siapapun dengan jenis cinta apapun dan rasa takut seperti bagaimanapun. Bagiku, meski mengingat bahwa aku hampir mati sebagai pendosa yang tak termaafkan, Tuhan menyelamatkan aku dan aku menjadi lebih baik. Meski kecil itu adalah sebuah perubahan.

Hingga sekarang aku tidak pernah merasa benar-benar bersih. Aku masih sering melakukan rutinitas yang sebenarnya tidak boleh untuk dilakukan, aku masih marah, aku masih dendam, aku masih membenci, aku masih sering menyumpah, aku masih sering mengeluh, aku masih sombong, aku masih seperti aku yang dahulu namun, setiap tahunnya selalu ada perubahan kecil yang membuatku merasa lebih dewasa.

Jujur, setiap ramadhan berakhir, aku sangat sangat jarang merasakan ‘kembali fitri’ terjadi padaku, tapi bukannya aku tidak mengakuinya atau tidak mensyukurinya, aku hanya amat sangat sulit menghayatinya. Mungkin memang ada yang salah dengan aku.

Tapi aku selalu berusaha bersyukur. Meski kadang terhadap sesuatu yang tidak berhubungan satu sama lain, aku tetap selalu berusaha bersyukur agar perasaan ‘bersih’ itu semakin meyakinkan diriku sendiri. Aku tahu, rasanya seperti kesedihan dan kekosongan tidak pernah berakhir dalam hidupku. Ketakutan yang aneh selalu menjalari, dan rasa benci tidak pernah habis bersemayam. Tapi, rasanya payah sekali jika aku tidak menyadari saat-saat aku tertawa lepas ketika menonton tv, berguyon bersama keluarga. Aku memang selalu gagal dalam beberapa hal namun dihal lain, aku memiliki mama yang selalu memberiku sesuatu sebelum aku memintanya, aku memiliki ayah yang pantang menyerah, aku memiliki tante yang begitu mengerti remaja sepertiku, dan aku juga memiliki saudara-saudara yang unik. Itu balasan yang setimpal meski dalam beberapa hal tidak bisa menambal sedih dan luka yang sudah ada.

Sungguh, sekarang pun aku belum merasa benar-benar bersih, ramadhan seribu tahunpun sepertinya tidak akan banyak membantu, namun perubahan-perubahan kecil yang tidak terperhatikan itu jika dikumpulkan sudah cukup banyak untuk mendorongku berpikir, Tuhan Maha Adil, dan Maha Baik.

Sekarang aku tidak membutuhkan kekuatan untuk memaafkan, yang aku butuhkan adalah kekuatan untuk melupakan.

Membenci sesuatu bukan berarti bisa melupakannya. Karena rasa benci dan melupakan adalah sesuatu yang jauh berbeda, rasa benci hanyalah sebuah perwujudan lain dari sebuah perasaan terhadap sesuatu yang sangat berpengaruh dan penting dalam hidup kita
Maka melupakanmu tidak bisa dengan cara membencimu dan membencimu tidak pernah mampu membuatku melupakanmu jadi –aku hanya mencintaimu dengan bentuk dan cara lain yang lebih mungkin aku lakukan-

Last, happy idul fitri all J, have a nice idul fitri, dan semoga kita tahun ini menjadi lebih baik. I’m sorry for everything, everything I did accidentally or not.

Tidak ada komentar: