Jumat, Agustus 05, 2011

HUBUNGAN TANPA STATUS [Bagian 1]

Bagian 1
Aku menatap mafhum kelantai yang dipenuhi lautan tisu, jam weker hello kitty merah muda diatas meja sudah menunjukan jam satu pagi dan aku menangis genap tiga jam meski aku kurang paham sejak kapan tiga menjadi angka genap tapi aku hanya menarik nafas dalam karena kelelahan plus menahan perih mata.
Isshh… Besok akan jadi hari wajah-terjelek-Ladya dengan mata merah dan kantung mata sembab, ini bukan lagi seperti panda tapi seekor panda tua berumur ratusan tahun yang telah bersemedi selama ribuan tahun tanpa tidur, bahkan panda itu tidak tidur lebih dari umurnya sendiri, kebayang kan gimana bentuk kantung matanya dan seperti itulah aku sekarang.
Hening diluar dan angin sepoi menyapu kuduk, menyadarkanku bahwa aku belum menutup jendela, aku bangkit bersama pantat yang berat dan menambah tingkat kelembaman sebanyak 30% lalu menutup jendela. Sesaat setelah melihat bintang, galau menyerang. Anjrit aku lupa kenapa aku nangis dan memutuskan berhenti hingga bintang-bintang itu kembali mengingatkan.
Satu bulan yang lalu aku kenalan sama Angga, cowok manis bermuka biasa tapi baik luar biasa, temen satu kampus juga tapi sebelumnya gak notice banget karena aku punya clique sendiri yang amat setia kawan, it’s myself and my shadow, ketebak kan karakterku. Lalu dia mulai pedekate, dia sms yang isinya standar cowok yang lagi pedekate, gitu-gitu lah, nanya lagi ngapain, udah makan apa belum, apa hobiku, gimana kuliah tadi –helooo kita seangkatan, so kita ada dikuliah yang sama-, dan akhirnya nanya ‘ada waktu gak? Jalan yuk’. AMPAS!!!
Di kampus dia manja abis sama aku, kemana-mana pengennya bareng, aku seneng-seneng aja punya backingan, digosipin pula sama dia, aku senyum-senyum doang, diledekin sama temen-temen sekomplotannya yang aku yakin 99% mereka berada disamping Angga ketika si Angga ngegombal ke aku. Aku mengerti semua itu, teori basi, tapi aku suka karakternya, dia lucu, berteman dengannya adalah sesuatu yang menyenangkan. Dia romantis juga sih walaupun kadang gak konsisten. Kalo suap-suapan dan nge-date termasuk rule-friendship antar gender maka persahabatan kami sungguh erat. Until the time comes, dia bilang ke aku kalo dia sayang. That’s it, dia bahkan gak pernah nembak.
Liburan semester datang, aku pulang kampung yang jaraknya cuma 36 km dari kampus, sedangkan dia pulang kampung ke sebuah tempat di provinsi yang berbeda dari kampus. Ini sudah jaman tekhnologi, maka sms-an pun jadi jawabannya. Tiap hari sms-an, deket banget, sama aja standarnya, gak unik, aku cuma senyum kaya cumi ketelen pisang ambon waktu baca pesannya dan yeah, karena aku emang hobi, aku balas deh. Gayung bersambut semua itu berlanjut sekitar sepuluh hari.
Liburan berakhir dan kedekatan kami berakhir. Aku menyadari ada sesuatu yang aneh ketika dia mulai jarang kirim sms, balasan sms nya berubah dari yang secepat kilat menjadi secepat abunawas ngitung bulu ekor kuda sampai kudanya tewas, dia mulai tidak terbuka lagi, mulai tidak menjadi gelas kosong yang siap dituangi lelucon, tidak lagi Angga yang dulu seakan Angga telah mengalami kecelakaan pesawat dan mengalami amnesia tapi yang dilupain cuma orang yang dia sayang aja. Ketika masuk kuliah kelihatan sifatnya yang menjauh, dengan asas mulia mempertahankan sahabat aku berusaha memperjelas keadaan kami, memperjelas status kami sebagai sahabat. Lagi lagi AMPAS!!!
Setelah berbagai cara dilakukan dan tidak membuahkan hasil, aku berhenti. Aku tidak menyerah, aku hanya tahu dimana aku harus berhenti. Semuanya berakhir dengan sangat tidak jelas, kalo kata orang aku digantung, tapi aku merasa melayang bukan digantung. Aku menghabiskan banyak waktu untuk menangis, sepertiga untuk kehilangannya, dua pertiganya untuk merayakan kebebasan.
Aku menatap keatas langit kembali untuk beberapa saat lalu mengencangkan kunci pada jendela. Bintang-bintang malam itu mengingatkanku pada persahabatan yang sudah pupus. Kalo bintang bisa ngomong dia cuma bakal komentar “Salah gue, salah sodara-sodara gue… -_-“ Basi lu Tang, klasik banget.
Besoknya aku sudah kembali menjadi Ladya yang diciptakan Tuhan, seorang perempuan ceria, baik hati, tidak sombong, berjiwa mulia, paling cantik di koloninya dan sembab rutin bulanan kayak menstruasi yang bikin semua temen khawatir bikin aku rasanya hari itu Queen-Bee banget, thanks Ga. Apapun alasan kamu buat menjauh dari aku, itu cukup menyadarkan aku bahwa tanpa kamu aku lebih baik.

Untung aku gak jadi mantannya dia.

Gue juga bisa jadi ampas buat lo! –ngacunging jari tengah ke anjing pudel tetangga-
***

Berlanjut ke bagian 2 pada ..... -entah kapan-

Tidak ada komentar: