Selasa, Februari 22, 2011

PSIKOANALISIS FREUD


  1. Tingkat-tingkat Kegiatan Mental
Ada tiga macam kegiatan mental: kesadaran (alam sadar), keprasadaran (alam prasadar) dan ketaksadaran (alam tak sadar). Jelas kesadaran adalah tingkat pemikiran dan perbuatan yang nyata di mana bahannya mudah diingat kembali dan diterapkan bagi tuntutan-tuntutan lingkungan. Keprasadaran adalah kenangan-kenangan yang dapat diingat kembali meskipun agak sulit. Baik bahan sadar maupun prasadar adalah sesuai dengan dan responsif terhadap kenyataan. Tetapi ketaksadaran berupa sikap-sikap, perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat dikontrol oleh kemauan, hanya dengan susah payah ditarik (kalau dapat) ke dalam kesadaran, tidak terikat oleh hukum-hukum logika dan tidak dapat dibatasi oleh waktu dan tempat.
  1. Motivasi
Tingkat-tingkat kehidupan mental dan daerah-daerah pikiran adalah struktur atau komposisi kepribadian. Tetapi kepribadian juga harus melakukan sesuatu. Dengan demikian Freud mengemukakan suatu prinsip dinamik atau prinsip motivasional untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan yang mendorong dibalik tindakan-tindakan manusia. Bagi Freud manusia didorong untuk mencari kenikmatan untuk meruduksikan tegangan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik yang keluar dari insting-insting.
Dorongan-dorongan itu dibagi menjadi dua kelompok, yakni dorongan-dorongan konstruktif dan dorongan-dorongan destruktif. Dorongan dorongan konstruktif atau dorongan hidup atau eros terungkap dalam dorongan-dorongan seks (libido) dan dorongan-dorongan ego. Dorongan-dorongan ego menjaga kelestarian diri dengan memuaskan kebutuhan-kebutuahn akan makanan, sedangkan dorongan-dorongan seks terungkap dalam berbagai kegiatan yang menyenangkan dan afektif. Dorongan-dorongan destruktif terungkap dalam impuls-impuls bermusuhan yang diarahkan kepada diri sendiri dan kepada orang-orang lain. Impuls-impuls ini berupa agresi, kebencian, pembunuhan atau bunuh diri.
Menurut Freud, dorongan-dorongan hidup dan dorongan-dorongan mati menimbulkan tegangan-tegangan yang menyenangkan atau menyusahkan individu. Kebanyakan tingkah laku yang berarti dari individu merupakan akibat usaha-usaha untuk mereduksikan tegangan ini. Dorongan-dorongan hidup dan dorongan-dorongan mati itu dianggap tetap ada sepanjang hidup. Selanjutnya dorongan-dorongan itu akan bercampur dan menjadi begitu kompleks sehingga keduanya sering kali terarah kepada objek cinta yang sama. Fusi dorongan-dorongan hidup dan dorongan-dorongan mati disebut sebagai ambivalensi. Perasaan-perasaan ambivalen terhadap orang tua, saudara-saudara, teman-teman dan suami atau istri sering kali dapat dinikmati secara klinis.
Motivasi bagi kegiatan-kegiatan manusia dalam rumusan Freud dibimbing oleh dua prinsip lain: prinsip kenikmatan (pelasure principle) dan prinsip kenyataan (reality principle). Pada masa bayi individu hanya didorong oleh kenikmatan tetapi larangan-larangan hidup memaksanya untuk mengembangkan kesadaran akan kenyataan. Dengan demikian berkembanglah prinsip kenyataan yang menuntut perubahan prinsip kenikmatan dan mengontrol serta menghambat kegiatan-kegiatan yang mencari kenikmatan.
  1. Konflik
Hidup adalah suatu rangkaian situasi konflik, yang merupakan dasar terbentuknya kepribadian. Beberapa konflik yang dikemukakan Freud adalah konflik-konflik antara pencarian kenikmatan dan kenyataan, cinta dan kebencian, pasivitas dan kreativitas. Pertumbuhan menuju kematangan tergantung pada keberhasilan individu dalam memecahkan konflik-konflik ini.
  1. Perkembangan Psikoseksual
Dalam teorinya mengenai perkembangan psikoseksual individu, Freud menggambarkan tiga tahap pokok: tahap infantil (yang dibagi menjadi tiga subtahap yaitu tahap oral, tahap anal dan tahap phalik), tahap latesi dan tahap genital.
  1. Tahap Infantil. Tahap ini disebut juga tahap pragenital dan berlangsung selama enam tahun pertama kehidupan yang dibagi lagi menjadi tiga subtahap yakni:tahap oral di mana sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makan. Makan ini meliputi stimulasi sentuhan terhadap bibir dan rongga mulut serta menelan atau jika makanan tidak menyenangkan makanan akan muntah keluar. Kemudian setelah gigi tumbuh maka mulut dipakai untuk mengigit dan mengunyah. Dua macam aktivitas oral yaitu menelan makanan dan menggigit merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Kenikmatan yang diperoleh dari inkorporasi oral bisa dipindahkan ke bentuk-bentuk inkorporasi lain, seperti kenikmatan yang diperoleh karena mendapatkan pengetahuan dan harta. Orang yang mudah ditipu misalnya adalah orang yang mengalami fiksasi pada tahap kepribadian inkorporatif oral. Orang semacam ini hampir menelan semua yang dikatakan. Menggigit atau agresi oral dapat dipindahkan ke dalam bentuk sifat sarkastis dan suka berdebat. Selanjutnya karena tahap oral ini terjadi ketika bayi itu sama sekali tergantung pada ibunya untuk mendapatkan makanan, pada saat ia dibuai, dirawat dan dilindungi dari perasaan yang tidak menyenangkan olehnya, maka muncullah persaaan-perasaan tergantung pada masa sekarang. Perasaan-perasaan tergantung ini cenderung menetap selama hidup, terlepas dari perkembangan ego lebih lanjut dan siap muncul ke permukaan manakala orang merasa cemas dan tidak aman. Tahap ini berlangsung selama 18 bulan pertama dimana prinsip kenikmatan adalah dominan. Tahap Anal. Dimana prinsip kenyataan adalah dominan. Tahap iniadalah tumpang tindih dengan bagian akhir tahap oral dan berlangsung kira-kira sampai usia 4 tahun. Setelah makanan dicerna maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus dan dikeluarkan secara refleks apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pengeluaran feses menghilangkan sumber ketidaknyamanan dan menimbulkan perasaan lega. Ketika pembiasaan kebersihan (toilet training) dimulai, biasanya selama usia dua tahun, anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar. Ia harus belajar menunda kenikmatan yang muncul karena hilangnya tegangan-tegangan anal. Tergantung pada cara khusus pembiasaan kebersihan yang diterapkan ibu dan perasaan-perasaan ibu tentang defekasi, maka akibat-akibat dari pembiasaan ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus. Apabila cara-cara ibu sangat keras dan represif maka anak mungkin akan menahan fesesnya dan mengalami sembelit. Apabila cara bereaksi ini digeneralisasikan untuk cara-cara bertingkah laku yang lain, maka anak mengembangkan sifat retentif. Ia akan menjadi orang yang keras kepala dan kikir. Atau karena himpitan cara-cara yang represif itu, anak bisa melampiaskan kemarahannya dengan membuang feses pada saat-saat yang sama sekali tidak tepat. Inilah prototype dari segala macam sifat ekspulsif seperti kekejaman, sifat yang merusak membabi buta, ledakan-ledakan amarah dan sifat jorok. Sebaliknya bila ibu adalah tipe orang yang sabar yang membujuk anaknya untuk membuang air besar dan memuji-muji secara berlebihan kalau anaknya berbuat demikian, maka anak akan memperoleh pengertian bahwa seluruh aktivitas mengeluarkan feses sangat penting. Ide ini bisa jadi dasar bagi perkembangan kreativitas dan produktivitas. Tahap Phalik. Yang berlangsung antara usia 4 tahun dan 6 tahun, dimana kepuasan libido muncul pertama-tama dari organ genital. Kenikmatan masturbasi dan fantasi anak yang menyertai aktivitas auto-erotik menentukan tahap munculnya Kompleks Oedipus. Freud berpendapat bahwa pandangannya tentang kompleks oedipus merupakan penemuannya yang sangat penting. Dalam pandangan Freud anak laki-laki mengingini ibunya dan secara tak sadar mau mengganti ayahnya tetapi karena ayahnya kuat ia takut akan hukuan kastrasi (castration anxiety). Kecemasan akan kastrasi ditambah dengan komplek oedipus dipecahkan dengan menekan perasaan-perasaan seksualnya terhadap ibunya, berhenti bersaing dengan ayahnya dan mulai mengidentifikasikan diri dengannya. Apabila pemecahan dalam tahap ini tidak sempurna atau positif, maka anak laki-laki tersebut akan semakin membenci ayahnya dan mengeneralisasikan perasaan ini kepada semua figur autoritas. Sebalikya dalam kasus anak perempuan, Freud berpendapat bahwa ia mengingini ayahnya dan secara tak sadar ingin mengganti ibunya. Tetapi tidak seperti anak lelaki yang mengembangkan kecemasan akan kastrasi, anak perempuan menemukan bahwa ia tidak memiliki penis yang menyebabkan ia mengembangkan perasaan iri akan penis (penis envy). Konflik electra dipecahkan apabila anak perempuan itu menekan keinginan akan ayahya dan berhenti bersaing dengan ibunya serta mengidentifikasikan diri dengannya.
  2. Tahap Latensi. Tahap ini dimulai dari tahap phalik akhir sampai permulaan masa remaja (usia kira-kira 12 tahun). Pada tahap ini dorongan dinamik seakan-akan laten sehingga anak-anak pada masa ini secara relatif lebih mudah dididik dibandingkan dengan tahap-tahap sebelumnya dan sesudahnya. Di lain pihak, pertumbuhan intelektual, sosial dan moral individu berjalan terus.
  3. Tahap Genital. Perkembangan psikoseksual individu dianggap sempurna apabila tercapai penyesuaian diri yang memuaskan pada tahap genital. Dengan mulainya masa pubertas, kebutuhan-kebutuhan seksual infantil (pragenital) dan dorongan-dorongan libido oral, anal dan phalik hidup kembali. Mula-mula dorongan ini sangat narcistik yang berarti bahwa individu mendapat kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri dan orang-orang lain dikateksis hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan bagi tubuh anak. Selama masa adolesen, sebagaian dari cinta diri atau narcisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya. Anak remaja mulai mencintai orang-orang lain terdorong oleh motif-motif altrusitik bukan semata-mata karena cinta diri atau narcistik. Daya tarik seksual, sosialisasi, kegiatan-kegiatan kelompok, perencanaan karir dan perencanaan untuk menikah dan membangun keluarga mulai muncul. Pada akhir masa adolesen, kateksis-kateksis yang telah disosialisasikan dan altruisik ini telah menjadi cukup stabil dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-pemindahan, sublimasi-sublimasi dan identifikasi-identifikasi. Sang pribadi mengalami transformasi dari bayi yang narcistik serta memburu kenikmatan menjadi orang dewasa yang memasyarakat dan berorientasi kenyataan.
  1. Struktur Kepribadian
Untuk menerangkan struktur kepribadian Freud mengemukakan tiga kompenen: id, ego dan superego. Id merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya sehingga sulit sekali untuk memisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi dari ketiga komponen tersebut dan jarang sekali satu sistem berjalan terlepas dari kedua sistem lainnya.
Id dianggap sebagai sumber utama energi fisiologis yang terungkap pada dorongan-dorongan hidup dan dorongan-dorongan mati. Id terus menerus menuntut saluran-saluran agresif yang mencari kenikmatan dan mungkin disebut sebagai binatang dalam manusia. Id beropersi seluruhnya pada tingkat ketaksadaran dan tidak diatur oleh pertimbangan-pertimbangan waktu, tempat dan logika. Id bersisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk insting-insting. Id merupakanreservoir dari energi psikis dan menyediakan seluruh daya untuk menjalankan kedua sistem yang lain. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah dari mana ia mendapatkan energinya. Freud menyebut juga kenyataan psikis yang sebenarnya karena id merepresentasikan dunia batin dari pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan yang objektif.
Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Karena itu apabila tingkat tegangan organisme meningkat entah sebagai akibat dari stimulasi dari luar atau rangsangan-rangsangan yang timbul dari dalam, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi rendah dan menyenangkan. Prinsip reduksi tegangan yang merupakan ciri kerja id ini disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle).
Ego adalah aku atau diri dimana individu membedakan dirinya dari lingkungan di sekitarnya dan dengan demikian terbentuklah inti yang mengintegrasikan kepribadian. Ego itu muncul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan kenyataan dunia yang obejektif. Fungsi-fungsi ego dapat diringkas sebagai berikut:
a. memberikan kepuasan kepada kebutuhan-kebutuhan akan makanan dan melindungi organisme
b. menyesuaikan usaha-usaha dari id dengan tuntutan-tuntutan dari kenyataan/lingkungan sekitarnya
c. menekan impuls-impuls yang tidak dapat diterima superego
d. mengkoordinasikan dan menyelesaikan tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari id dan superego
e. mempertahankan kehidupan individu dan berusaha supaya spesies dikembangbiakkan.
Superego adalah wewenang moral atau etis dari kepribadian. Superego dibimbing oleh prinsip-prinsip moralistik dan idealistis yang berlawanan dengan prinsip kenikmatan dari id dan prinsip kenyataan dari ego. Fungsi-fungsi pokok superego adalah:
a. merintangi impuls-impuls id terutama impuls-impuls seksual dan agresif karena impuls-impuls ini sangat dikutuk oleh masyarakat
b. mendorong ego untuk mengantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik
c. mengejar kesempurnaan.
Superego cenderung menentang id dan ego dan membuat dunia menurut gambarannya sendiri. Superego sama seperti id bersifat tidak rasional dan sama seperti ego, superego melaksanakan kontrol insting-insting. Tidak seperti ego, superego tidak hanya menunda pemuasan insting tetapi superego tetap berusaha untuk merintanginya.
  1. Perkembangan Psikoneurosis
Freud berpendapat bahwa psikoneurosis pada dasarnya adalah psiogenik. Freud mengemukakan lima interpretasi yang berbeda mengenai penyebab tingkah laku neurotik:
a. psikoneurosis adalah akibat dari trauma-trauma yang pertama-tama bersifat seksual
b. psikoneurosis akibat komplek oedipus yang tidak terpecahkan
c. psikoneurosis sebagai akibat dari konflik antara dorongan id dan penyensoran moral dari superego
d. reaksi-reaksi emosional yang ditimbulkan oleh lingkungan yang sejak awal menolak individu sebagai faktor-faktor yang mempercepat psikoneurosis
e. penyebab psikoneurosis tidak hanya satu, melainkan banyak dan kemudian Freud memusatkan perhatiannya pada uraian mengenai reaksi-reaksi neurotik. Dari sini Freud mengembangkan kosepnya mengenai empat macam reaksi neurotik: neurosis obsesif kompulsif, histeria kecemasan, histeria konversi dan neurastenia.




Tidak ada komentar: