Plato, pertama kali aku tahu nama itu bertahun-tahun yang lalu entah kapan dimasa silam ketika pertama kali belajar yang namanya sosiologi. Beliau ini yang sering mencetuskan beberapa teori tentang dunia dan manusia, tapi pada awalnya aku cuma ngeh kalo si Plato ini adalah seorang pria pemikir yang kritis dimasanya, meski terkesan kurang kerjaan, dia cukup rajin untuk mempelajari banyak hal-hal sosial hingga akhirnya aku mengerti bahwa ternyata Plato adalah seorang filsuf (-_-“). Istilah Platonism atau platonisme juga aku pernah pelajari dimasa yang sama, aku cuma tahu Platonisme adalah aliran yang mengikuti ajaran plato, sesimpel itu, hingga ketika aku baca novel filsafat berjudul Dunia Sophie baru deh bener-bener ngeh apa itu platonisme. Yang jadi intinya sekarang adalah istilah Platonis. Aku tidak pernah memperhatikan sebelumnya, pertama kali kata ini masuk benar ke kepalaku ketika aku baca novel Doctor nya Erich Seagel tentang kisah hidup dokter, disitu aku mikir mungkin artinya berhubungan sama plato-plato-apa-gitu, tapi kalimatnya bagus, intelek banget “Dan akhirnya persahabatan platonis mereka berakhir” begitulah kira-kira kalimatnya. Lalu aku mulai googling apa itu maksudnya platonis, but actually I don’t find the single ‘platonis’ aku hanya menemukan kata platonis yang berpadu dengan kata lain, “Cinta platonis” …. Aw aw aw … sensitif!
Well! After I getting understand, I love how “platonis” made in my head .. Haha What the hell I talkin about -_-“
Komentar pertama ketika baca sebuah blog yang bahas tentang cinta platonis adalah : “Oh ternyata selama ini yang aku jalani adalah cinta platonis” Lol lagi.
Cinta platonis artinya adalah rasa cinta atau kasih sayang yang tidak mementingkan balasan, cenderung tulus, dan yang melakukan menikmatinya (kurang lebih begitu yang aku pahami). Contohnya kayak dua orang yang saling bersahabat trus berkorban satu sama lain tanpa memikirkan apa yang telah dihabiskan, demi sahabat pokoknya, gak ada pamrih atau hitung-hitungan. Kumpulan cewek biasanya seneng ber-platonis kalo udah ketemu sahabat sejatinya. But, later ketika platonis itu mentok sama temen lawan jenis, biasanya tidak bertahan lama, meski lama pada akhirnya akan ada dua kemungkinan setelahnya, saling menjauh karena gak cocok, atau saling mendekat karena semakin cocok, untung untungan kalo sampae jodoh, kalo kagak ya wes to mak setiap orang pasti bakal ngerasa yang namanya patah hati. *Garuk Dinding ….
Aku suka istilah itu, persahabatan platonis, cinta platonis.
Ketika kamu lihat dia sedih, kamu ikut sedih. Ketika kamu liat dia ketawa, kamu juga refleks ikut ketawa. Ketika dia menyukai sesuatu kamu cenderung ikut berkutat didalamnya. Ketika kamu menemukan pola yang dia jalani dalam hidupnya kamu berusaha masuk ke pola itu berusaha menjadi bagian dari pola itu, dan menjadi bagian dari hidupnya sebagai peran apapun, ketika melihat dia stress dan tertekan, sedih dan ingin menangis rasanya. Ketika melihat dia sakit, rasanya seperti pusing dan ikut sakit. Ketika melihat kakinya terantuk sesuatu, kamu akan teriak ‘aduh’ lebih keras dari dia. Bahkan ketika dia mencintai orang lain, ekstrim ketika kamu juga ikut menyayangi orang itu bahkan menjadikan orang itu spesial lebih dari sekedar teman. How’s it feel? It’s feel so good …
Rasanya dunia ini begitu baik.
Aku adalah perempuan paling berotak jahat mungkin, terbungkus oleh sayap putih dan baju cerah, tak ada yang bisa tebak seberapa hitam hatiku. Tapi cinta platonis itu membuat aku mengerti bahwa bahkan sekotor apapun kau berniat mendapatkan sesuatu, kau akan menemukan kebaikan lahiriah, kebaikan idiopatik, kebaikan genetic, kebaikan yang menyatu dalam kromosom tubuhmu, yang tak bisa dilepaskan. Ketika kebaikan itu dipaksa untuk dihancurkan, dia akan balik menyerang dengan senjatanya yaitu ‘perasaan bersalah’.
Aku agak rancu mengartikan ‘cinta platonisme’ sebenarnya. Di satu sisi aku memahaminya sebagai sebuah cinta tanpa pamrih dan selalu berkorban, di sisi lain aku mengartikannya sebuah kasih sayang antar sahabat yang tidak ternoda oleh keinginan memiliki dan nafsu. Jika aku pakai pengertian kedua, apa yang terjadi sekarang justru jauh berlawanan dengan platonis. Tapi jika aku pakai pengertian pertama maka semuanya menjadi sesuai. Pada akhirnya semua akan semakin rancu jika dijelaskan dengan kata-kata, karena ia tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tidak ada kalimat yang bisa memperjelasnya, hanya bisa membuatnya semakin membingungkan dan membimbangkan. Jadi, mungkin tak ada istilah untuknya, tapi ‘Cinta platonis’ bagus juga. Kita katakan saja ‘Cinta Platonis’ memang tidak bisa dijelaskan dengan mudah dengan kalimat, hanya sebuah ekspresi yang tulus. Pada akhirnya semua tergantung bagaimana cara kita menanggapinya.
Yang aku tahu sampai sekarang aku merasa aku terikat oleh cinta itu …..
Haha ,,, Aku punya pikiran aneh akhir-akhir ini. Unik memang, seperti yang pernah aku bilang, unik cara Tuhan memunculkan, mendekatkan, menjauhkan, memulai, atau mengakhiri segala sesuatu. Aku tidak tahu apakah ini momen yang tidak tepat atau justru paling tepat untuk kemunculan orang lain (seperti ketika kemunculanku disaat itu, aku masih bingung apa namanya, apakah aku muncul disaat tak tepat ketika itu adalah saat dia begitu mudah tergoyahkan atau justru aku datang disaat paling tepat ketika dia membutuhkan orang lain yang bisa tunjukan perasaan yang benar-benar mencintai dan membutuhkannya, bingung juga. Itu cuma masalah sudut pandang). Disaat seperti ini justru bermunculan para laki-laki baik, perhatian, dan absolutely almost perfect. Si A, si B, si C … Aku tergoda untuk membuka pintu, kenapa tidak? I’m free … But, itulah masalahnya yang masih membuat aku merasa aneh sekaligus lucu (sekaligus menyedihkan) ketika aku ingin tapi hatiku menolak. Ketika aku habis-habis bilang “Im free so why not?” tapi hatiku merasa seakan aku memiliki seorang pacar yang berhubungan jarak jauh dengannya yang berada entah dimana dan suatu hari entah kapan akan pulang kembali kepadaku dan aku takut saat itu ada orang lain lalu aku menyesal, “Hey … shit, I’m free” kenapa pikiran itu terus yang berjalan-jalan. Even I have no relationship with anyone, why I have to feel like I have Long Distance relationship with someone that I don’t know who ….
Sebegitu ekstrimnyakah efek Cinta Platonis?
Tapi aku merasa normal jika aku mengalaminya. Aku merasa aku normal. Dan aku berusaha tidak tertekan, berusaha menjadi orang normal. Dan semua itu cukup ‘sulit’ ralat ‘mudah’ … Ah itu hanya perbedaan sudut pandang. Aku berusaha untuk berpikir positif.
Aku ingat, dulu, aku punya sebuah gantungan kunci kucing yang bisa bunyi, saking sayangnya sampai aku kasih nama gantungan itu, namanya ‘mpus’. Dan sebuah cerita klise, disaat aku sangat menyayanginya, dia hilang. Jatuh entah dimana, ketika itu aku membeli kado untuk temanku yang ulang tahun, aku pulang setelah mendapatkan sebuah boneka imut. Pas sampai di depan rumah aku syok setengah mati karen Mpus kesayanganku tidak ada lagi di kunci motor (aku gantungin dia di kunci motor) Damn! Ceroboh. Aku bela-belain muter balik ke jalur aku jalan sebelumnya, dari sekolah ke tempat aku beli kado ke rumah, sampai dua kali muter padahal jauh banget, gak seimbang sama harga dari boneka gantungan kunci bulukan itu, tapi aku begitu sayang Mpus, aku sampai pengen nangis waktu itu (bayangin, anak SMA mau mewek cuma gara-gara gantungan kunci hilang, saking sayangnya gila). Tapi akhirnya aku menyerah (rasanya beneran nyesek dan nangis deh waktu itu). aku tidak temukan lagi si Mpus. Jadi sedih beberapa hari, hingga akhirnya aku berhasil menghilangkan kesedihanku (tapi aku gak akan lupa, sayang banget sama kamu Mpus) dan mencoba menggantikan posisi Mpus, tapi gak akan pernah bisa, gantungan kunci seimut apapun gak bisa gantikan Mpus tercinta.
Dua bulan kemudian, ketika itu temenku yang lain ultah lagi (maklum aku kalo sayang sama orang habis-habisan jadi selalu aku ingat ulang tahun mereka), aku nyari kado di tempat yang sama, di gift shop langgananku, aku pilih kado, trus dapat (lupa apaan), aku ke kasir sambil senyum sama si mas tanya “Ini, berapa?”
Dia ngitung agak acuh gak acuh, lagian juga sering banget kayaknya beliau liat muka aku. Trus si mas memperhatikan wajahku dengan seksama dan nanya, mbak yang dulu pernah beli kado disini kan? (yaeyalah, dulu kapan mas? Gue selalu beli kadi disini kaleee) aku cuma ngangguk.
Mbak kemarin jatuhin ini ya ….? Tanyanya
Puji Tuhan, dia ngasih Mpus ke aku, pengen rasanya lompat setinggi-tingginya sampai awan trus terbang (lebay) aku senyum, “Wah iya …” jawabku senang, makasih ya mas…
Hari itu aku pulang dengan rasa suka cita. Aku merasa itu adalah cinta Platonis pertamaku yang sangat berkesan. Dan ketika itu aku sadar.
“Ketika kita berjodoh dengan sesuatu, kita tak perlu takut kehilangannya, kita mungkin hanya akan merasakan sesaat sensasi sedih tanpanya, tapi dia akan kembali pada kita dengan cara yang paling tak terduga”
Puji Tuhan, peristiwa itu sangat berkesan, bayangkan, dua bulan… itu waktu yang lama untuk benda yang hilang ditemukan kembali dalam keadaan utuh. Padahal terakhir aku berhenti mencari Mpus aku cuma berdoa begini.
“Yah jika aku memang tidak bisa memiliki kamu, semoga kamu dipungut oleh orang yang benar-benar sayang kamu dan bisa jaga kamu lebih baik dari aku, plis Tuhan jangan biarkan Mpus jadi kotor oleh lumpur, plis biarkan seseorang memungut dan menjaganya” dan Tuhan menjawab bahwa aku adalah yang paling pantas untuk menjaganya ‘lagi’
Aduh ingat peristiwa itu (hampir 3 tahun yang lalu udah) bikin aku senyum-senyum sendiri.
Cinta platonis itu ekstrim …… padaku itu cukup ekstrim hingga bisa membuatmu kehilangan nafsu makan ketika tanpanya!
Dan untuk kedua kalinya aku berada pada posisi yang sama, bedanya aku tidak mencintai suatu benda. Kali ini makhluk hidup yang punya akal, cipta, rasa, dan karsa. Bisa berpikir, bisa memilih, dan beretika (yeah, cukup beretika) haha ….. Ternyata lebih sulit … Tapi aku terang-terangan mendapat teori yang sama disana
“Ketika kita berjodoh dengan sesuatu, kita tak perlu takut kehilangannya, kita mungkin hanya akan merasakan sesaat sensasi sedih tanpanya, tapi dia akan kembali pada kita dengan cara yang paling tak terduga” Jika tidak, tunggulah gantinya yang ‘pasti’ lebih baik.
Aku pernah bilang, aku berharap ini yang terakhir, dan hampir mustahil untukku menemukan orang lain yang bisa gantikan posisi dia sebaik dia pernah berperan dalam hidupku, sampai sekarang masih seperti itu, tapi aku punya prinsip untuk ‘tidak-menterakhirkan’ sesuatu. Jangan menterakhirkan sesuatu karena itu sama saja kau menutup kemungkinan untuk yang lebih baik … Dalam segala hal itu harusnya sesuai. Teorinya sesuai, meski aku berharap ini yang terakhir, ini tidak mungkin yang terakhir, masih ada perjuangan panjang didepan. Jikapuan harus dia lagi, maka semuanya harus dari awal lagi, dan dari awal itu pasti nanti akan lebih baik, jika tidak lebih baik, Tuhan tidak cukup bodoh untuk membiarkan takdir terulang namun tanpa memberikan esensi yang lebih baik. Tuhan adalah Maha Cerdas!
Aku masih bingung. Aku bingung dengan laki-laki. Kakak itu begitu baik padaku, kata temanku dia sekarang sedang PDKT, tapi aku tidak menangkap itu, aku hanya bersikap baik selayaknya seorang adik, toh kami bahkan hampir tak pernah bertemu kecuali lewat jejaring sosial, dia sibuk, aku yeah sibuk (mungkin), tapi dia selalu ramah, selalu menyapa, dan selalu perhatian dengan masalah yang tergambar dari apa yang aku ekspresikan biasanya (lumayan banyak sih sekarang orang macam itu berjalan-jalan dalam hidup dan pikiranku, tapi aku bukan orang yang mudah distract sama hal-hal tidak pasti dan cenderung labil). Dia selalu memberi saran yang dewasa. Ke-Ge-Er-an? Pasti. Tapi aku belajar dari pengalaman, aku tidak mau menerka-nerka, aku temukan karakternya adalah karakter laki-laki baik, aku takut dia bersikap begitu baik pada semua perempuan. Aku berusaha mawas, toh aku tidak terlalu tertarik padanya, tapi jujur sebagai perempuan normal, dia adalah laki-laki sempurna, calon dokter yang cerdas, baik, dan haha …. Begitu banyak laki-laki yang mulai berkeliaran dihidupku. Apakah karena aku sebegitu genitnya? Tidak, aku selalu berusaha ceria dan bercanda, aku tidak pernah serius bersikap begitu. Toh aku tahu betul siapa yang kusayangi dan aku sadar aku tidak boleh menyakiti orang lain hanya untuk memuaskan batinku akan pengobatan. Aku tidak akan membunuh manusia lain hanya untuk membiarkan diriku sendiri tetap hidup. Biar seperti ini saja, rasanya Platonis itu akan jadi lebih manis….
Ekstrim kan cinta platonis itu? Ya memang , akupun baru sadar ….. Kamu menolak tenderloin barbeque yang mewah demi ikan asin yang begitu kamu suka …. Lucu! Tapi it’s happened well ….
Aku benci menjilat kata-kataku sendiri
Tapi aku ingat, curhat terakhirku pada temanku sebelum semua itu terjadi. “Ahhhh aku sangat marah dan benci padanya, dan aku gak mungkin ada apa-apa sama dia. Aneh tau! Aku tahu busuknya dia, dia juga tahu busuknya aku. Jadi gak mungkin” dan setelah hari itu, semuanya tertuju padanya. Aku seperti dihukum agar nanti tidak bicara sembarangan lagi. Aku menyerah, demi sebuah Cinta platonis aku bahkan menjilat kata-kataku berkali-kali. It’s super extra ordinary!
Ekstrim kan cinta platonis? Coba deh sekali-sekali masuklah dalam kubangan cinta platonis, sakit –cinta dimana mana sakit jendral!- meski sakit tapi banyak pelajaran disana. Meski semuanya tak lebih baik sekarang, tapi aku lebih kuat. Aku selalu mencoba untuk tidak egois dan tidak memaksakan kehendak. Sulit, tapi aku berusaha!
Aku akan tetap mencintainya sepanjang yang aku mampu, aku tidak menterakhirkan dia, karena itu akan menutup kemungkinan untuk yang lebih baik. Aku hanya mengasumsikan bahwa mungkin nanti aku bisa menilai apakah sesuatu itu lebih baik atau tidak dengan aku ‘menyelesaikan’ untuk mencintainya. Sampai akhir itu kapan? Entahlah. Mungkin sampai besok, mungkin sampai sejam lagi, atau bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Seumur hidup? Tidak mungkin, kecuali jika kami berjodoh. Jika tidak berjodoh, aku bisa pastikan bahwa mustahil aku akan mencintainya seumur hidup. Kecuali aku mati lebih dulu dari aku membuktikan apakah aku dan dia berjodoh atau tidak. Tidak ada yang pasti di dunia ini.
Kalo kata Om Mario Teguh, tidak ada yang pasti didunia ini, beruntunglah karena itu artinya kita bisa menentukan yang paling baik untuk diri kita, kan tidak ada yang pasti? (ah kurang lebih begitu lah, ngutip nama orang sembarangan aku ya? Hehe)
Aku senang dan sangat menikmati ‘Persahabatan platonis’ yang sedang aku jalani dan aku juga bahagia memiliki yang namanya ‘cinta platonis’ sehingga aku tahu sejauh mana aku mampu bertahan hingga aku punya pilihan yang lebih memadai dan diterima oleh ‘keseluruhan’ diriku, bukan sekedar keinginan untuk membuat ini impas. Cinta platonis bilang, cinta itu tak perlu impas. Ketika kamu memimpikan dia, dia tak perlu memimpikan kamu, ketika kamu memperhatikan dia, tidak penting apakah dia perhatian padamu, jika kamu merasa bersalah padanya dan meminta maaf, dia tak perlu meminta maaf balik, jika kamu menunjukan cintamu dengan begitu terang, tidak apa jika dia menunjukan cintanya dalam gelap, semua hal tidak harus impas, karena impas bukan berarti adil. Impas atau tidak itu adalah asumsi manusia, sedangkan adil atau tidak, itu hanya Tuhan yang bisa tentukan dengan seratus persen akurat.
Cinta Platonis itu akan berlanjut ……. Hingga ,,,, Entahlah! Suatu hari ……
So many,
Bright lights they cast a shadow,
But can I speak?
Well is it hard understanding
I'm incomplete?
A life that's so demanding,
I get so weak.
A love that's so demanding,
I can't speak.
I am not afraid to keep on living,
I am not afraid to walk this world alone
Honey, if you stay I'll be forgiven
Nothing you can say can stop me going home.
[Famous Last Words - My Chemical Romance]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar